Notification

×

Iklan

Iklan

Balada Paguyuban Rest Area Jubung, Diantara Perjanjian Kerjasama Disprindag dan Perhutani

Rabu, Juni 19, 2019 | Juni 19, 2019 WIB Last Updated 2021-10-20T04:16:11Z
Ketua paguyuban rest area Jubung, H. Siswanto didamping bendahara dan anggotanya (Doc: Fahmi/Pablis.co) 

JEMBER - Paguyuban Rest Area Jubung merasa resah dengan sikap yang ditunjukkan oknum perhutani, sebab telah mengintimidasi dan mengklaim Rest Area Jubung meski pada faktanya, sejak tahun 2009 telah diadakan Perjanjian Kerjasama (PKS) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disprindag) dengan Perhutani. Berdasarkan PKS ini, semestinya Perhutani Jember, secara hukum sudah tidak boleh ikut campur di Rest Area Jubung. 

Demikian kira-kira yang disampaikan Ketua Paguyuban Rest Area Jubung, H. Siswanto saat melakukan Pers Confrence di sekitar Rest Area Jubung bersama bendahara dan sekretarisnya, Rabu 19 Juni 2019. Menurut H. Siswanto, Rest Area Jubung telah diserahkan kepada Disprindag melalui mekanisme Perjanjian Kerjasama. Tetapi, kenyataannya berbeda, perhutani Jember mengklaim dan mengintimidasi warga Rest Area Jubung yang mana menurutnya melanggar aturan.

Suswanto menyampaikan, keberadaan perhutani mengalami dinamika. Terutama masalah pengelolaan kehutanan. Dimulai sejak zaman penjajahan ketika masih dikelola oleh Belanda, setelah merdeka dikelola oleh Jawatan Kehutanan untuk kemudian direboisasi agar mendapatkan pemasukan lebih pada negara. Namun, sejak dikelola oleh Perhutani, khususnya dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1967 sampai dengan Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999 fungsi hutan sampai sekarang justru semakin rendah.

"Porak poranda, seperti kembali lagi pada zaman Jepang. Bahkan, seandainya di audit akan mengalami kerugian, dengan keadaan seperti ini perhutani seharusnya dimintai pertanggung jawaban. Kondisi seperti ini harus dilakukan restrukturisasi atau dibubarkan sekalian atau dengan cara treatmen, pengobatan namun apa mungkin sementara hutang negara sudah banyak. Perhutani sebagai perusahaan yang ditugaskan oleh negara ini asetnya luar biasa banyak, mustinya karena Indonesia negara hukum harus berdasarkan hukum Undang-Undang 1945 sampai dengan aturan pelaksanaannya," ungkap Siswanto.

Kata Siswanto paradigma pembangunan berkelanjutan harusnya mengedepankan aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Tapi, kenyataannya fungsi hutan rendah dan justru porak poranda, melanggar Undang-Undang dan HAM. Hanya masyarakat saja yang dipaksa sementara perhutani tidak mengikuti aturan, bahkan tidak profesional dan cenderung amatiran serta arogan dengan merampas hak rakyat.

Siswanto mencontohkan, ketika kantor Rest Area Jubung ini beberapa waktu yang lalu, kuncinya diminta oleh perhutani. Padahal itu yang membangun Disprindag. Saat ini, ujar Siswanto, Presiden Jokowi mengeluarkan program Tanah Obyek Reformasi Agraria (Tora) melalui peraturan presiden dan berdasarkan Permen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 83 tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.

"Maka, Rest Area Jubung ini karena merupakan satu-satunya ekologi resapan air, biar masyarakat tidak mati dan kehabisan air maka perlu dipertahankan. Apalagi, sudah dibangun menggunakan anggaran APBD oleh Pemkab Jember maka harus dijadikan hutan kota. Perhutani Jember sudah tidak memiliki hubungan hukum dengan Rest Area Jubung, jadi jangan arogan dan mengintimidasi masyarakat Rest Area Jubung," tegas Siswanto.

Siswanto mengingatkan, agar perhutani tidak memperalat oknum petugas pemerintah yang tidak mengerti dan faham status hukum Rest Area Jubung. Dengan adanya Perjanjian Kerjasama harusnya perhutani bertanya kepada Disprindag dan bupati kenapa masyarakat yang dijadikan sasaran. Padahal, masyarakat di sini perintahnya Pemda dan Disprindag sebab di sini untuk memberdayakan masyarakat.

Kepala Desa Jubung Bhisma Perdana (Doc: Fahmi/Pablis.co)


Kepala Desa Jubung, Bhisma Perdana saat diwawancara sejumlah media mengatakan, Pemerintah Desa Jubung telah menerima surat dari kelompok masyarakat yang berhimpun di paguyuban pengelolaan masyarakat hutan, menurutnya masyarakat sah-sah saja untuk memberikan pendapatnya, asal ada dasar yang mendukung dari pendapat tersebut, jadi tidak perlu ditanggapi terlalu emosional oleh semua pihak namun perlu di dengarkan hal-hal yang baik mengenai Rest Area Jubung. 

"Karena bagaimana pun juga kawasan Rest Area ini dibangun oleh Pemerintah Daerah dengan tujuan agar bermanfaat bagi masyarakat Jember khususnya bagi masyarakat sekitar sini. Persoalannya, ada beberapa kepentingan yang berusaha menarik ulur dengan alasan aturan, perlu ada kajian-kajian khusus agar Rest Area inu dapat dijadikan aset hutan kota. Jadi, aset ummat yang bermanfaat sepanjang zaman, karena kita tau lah ada klaim dari sebagian kelompok bahwa ini merupakan hutan produksi," ungkap Bhisma.

Bhisma tidak ingin Rest Area ini dieksploitasi dan pohon-pohonnya hilang. Keinginannya, Rest Area ini menjadi hutan abadi bagi Kabupaten Jember. Selain itu, Bhisma juga menyinggung vidionya yang viral di media sosial karena berselisih dengan salah seorang oknum lantaran warganya diminta keterangan. Sebagai Kepala Desa, Bhisma tidak ingin warganya terintimidasi sebab sejatinya Rest Area ini dibangun bagaimana supaya bisa membawa kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.

"Terutama masyarakat sekitar Jubung, jangan karena alasan aturan kemudian berlaku tidak adil dan berlaku dzolim pada warga kita, kenapa saya berbicara begitu karena sebelum ini kalau bukan warga saya dibiarkan saja membangun. Padahal kalau kita lihat, tidak lebih dari 20 persen warga jubung yang punya usaha di sini. Saya mendapat desakan dari masyarakat saya, agar memiliki usaha dengan memanfaatkan fasilitas yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten," terang Bhisma.

Terkait vidio viralnya, Bhisma menyampaikan bahwa dirinya datang seorang diri. Bhisma menduga, pihak perhutani sendiri yang menyebarkannya. Kata Bhisma, aturan itu harus tegak lurus, jangan tebang pilih, seandainya ingin dibongkar silahkan bongkar semuanya kemudian ditata ulang semua. Jangan sampai yang diberi mandat menjaga aset negara ini, kata Bhisma bermental feodal, menekan warganya untuk kepentingan-kepentingan yang tidak jelas. (RF).
×
Berita Terbaru Update