Notification

×

Iklan

Iklan

Money Politik dalam Perhelatan Pilkades 

Selasa, Juli 23, 2019 | Juli 23, 2019 WIB Last Updated 2021-10-20T04:16:11Z

Money Politik sepertinya sulit untuk dimusnahkan bisanya diminimalisir. Setiap moment pesta demokrasi, selalu saja ada cerita tentang bagi-bagi uang, pesta demokrasi 17 April lalu, sempat tersiar kabar bila salah satu tim sukses berhasil ditangkap oleh pihak yang berwajib karena membagi bagikan uang pada warga untuk kemudian diarahkan mencoblos pada salah satu calon. Sialnya, kabar tersebut hilang begitu saja seperti ditelan bumi. 


Hanya moment Pilihan Presiden yang tidak menggunakan money politik. Namun, seringkali incumben memanfaatkan fasilitas yang tersedia, seperti bantuan pada masyarakat miskin di mepetkan dengan hari pencoblosan, ini adalah taktik, meski tidak salah tapi dilihat dari sudut pandang mana pun, tetap kurang baik. Semakin besar ruang lingkup pilihan, maka semakin kecil peluang untuk melakukan money politik sebab membutuhkan anggaran yang besar, sulit untuk direalisasikan. 

Sementara, dalam ruang lingkup yang kecil, peluang untuk melakukan money politik semakin besar sebab masih terjangkau, seperti halnya Pilihan Kepala Desa, semakin kecil jumlah pemilih bisa menjadi pemicu semakin besar angka rupiah yang ditabur untuk mendongkel suara. Mungkin, per kepala bisa sampai 50 ribu rupiah bagi calon yang terbiasa tidur beralaskan sutra dan makan dari piring emas. Setelah jadi, yang ada dalam otaknya bagaimana cara mengembalikan modal, syukur-syukur untung besar.

Anehnya, problematika tersebut sepertinya belum ada yang mengkaji secara serius untuk melahirkan sebuah sistem lewat aturan agar money politik dapat ditekan seminimalisir mungkin. Akibatnya, money politik seperti upacara agustusan, setiap 17 Agustus harus upacara--begitupula setiap pilkades harus menabur rupiah. Karena sudah menjadi kebiasaan, pemilih juga menunggu serangan fajar dari calon. Jadi, dapat disimpulkan, baik calon maupun pemilih sama-sama berfikir, money politik itu keharusan.

Akhir-akhir ini, Pilkades menjadi trending topic di Jember sebab bulan September yang akan datang bakal ada Pilkades serentak. Seperti biasa, calon masih dibebani sumbangan untuk memastikan pesta demokrasi berlangsung dengan meriah, meski dalam Perbub No 41 Tahun 2019 disebut sebagai Sumbangan Pihak Ketiga (Calon) tidak mengikat, rata-rata panitia melemparkan kekurangan anggaran pada calon. Jadi, si calon selain bingung mikir anggaran ngebom juga bingung harus bayar sumbangan.

Kebiasaan money politik dalam setiap perhelatan pilkades tersebut yang menjadi salah satu penyebab terhambatnya pembangunan desa, sebab anggaran satu miliar lebih banyak yang masuk ke kantong pribadi. Akibatnya, desa ya seperti itu itu saja, tidak ada kemajuan yang signifikan, persoalan di Desa Ponggok maju sedemikian pesatnya, itu berbeda, Ponggok adalah satu contoh desa yang luar biasa.    

Penulis: Robith Fahmi

×
Berita Terbaru Update