Notification

×

Iklan

Iklan

Stismu Lumajang Gelar Seminar Rumah Moderasi Beragama untuk Mewujudkan Islam Wasthiyah

Jumat, November 19, 2021 | November 19, 2021 WIB Last Updated 2021-11-19T13:15:50Z

 

Tengah Kepala Kemenag Lumajang Muhammad Muslim, S.Ag sebelah kirinya Ketua Stismu Syarqowi S.Pd., MA dan sebelah kananya moderator Farhanudin Sholeh

LUMAJANG - Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Miftahul Ulum (Stismu) Lumajang menggelar seminar Rumah Moderasi Beragama (RMB) dengan mengusung tema "Peta jalan moderasi beragama dan peran perguruan tinggi Islam berbasis Pondok Pesantren".


Hadir sebagai narasumber Kepala Kemenag Kabupaten Lumajang H. Muhammad Muslim, S.Ag., M.Sy, Wakil Kopertais IV Surabaya Dr. H. Moh. Syaeful Bahar, S.Ag., M.Si dan Keynote Speaker Bupati Lumajang H. Thoriqul Haq, SA,g., MML.

Direktur RMB, Sahrul Hidayatullah, M.H dalam sambutannya menyampaikan bahwa seminar Rumah Moderasi Beragama ini tidak hanya sekedar seminar melainkan nantinya akan ada tindak lanjut yang perlu dukungan dari berbagai pihak, baik Stismu Lumajang maupun instansi eksternal dari Kemenag Lumajang.

"Dalam Juknis RMB sudah tertera ada beberapa tugas yang siap dijalankan diantaranya bidang pendidikan, advokasi dan penelitian atau kajian dan publikasi," ujar Sahrul di Aula Stismu Lumajang, Jum'at 19 November 2021.

Di bidang pendidikan, lanjut Sahrul, alumni perguruan tinggi pesantren harus bisa menjawab terkait adanya isu bahwa pesantren menjadi cikal bakal lahirnya terorismu. Menurut Sahrul, isu tersebut tidak benar dan dengan adanya RMB ini ke depan harus bisa membuktikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang melahirkan alumni berfikiran moderat.

Ketua Stismu Lumajang, Syarqowi S.Pd., MA, dalam sambutannya mengutip salah satu ayat yang pada intinya ayat tersebut menyampaikan tentang Wasathiyah. Dan, Wasathiyah ini, menurut Syarqowi, menjadi karakter esensial ajaran agama.

Wasathiyah adalah ajaran Islam yang mengarahkan umatnya agar adil, seimbang, bermaslahat dan proporsional, atau sering disebut dengan kata 'moderat' dalam semua dimensi kehidupan.

"Secara Yuridis formal, Wasathiyah ini dicantumkan dalam Rencana Jangka Panjang Menengah (RJPM) bapak Jokowi. Kalau tidak salah Perpres No 18 Tahun 2020, dan menunjuk Kementerian Agama sebagai leading sektor untuk menjalankan kerja moderasi beragama ini," jelas Syarqowi.

Sementara Stismu ini, sambung Syarqowi, di bawah Kementerian Agama, ini urutannya mulai dari dasar paling tinggi Al-Qur'an baru landasan yuridis formal. Sehingga kampus di bawah Kemenag (PTKI) harus menjadi persemaian nilai-nilai agama yang rahmatan lil alamin.

"Harus di diseminasi di kampus ini, paham moderat tidak bisa ditawar lagi dan Wasthaniyah ini dibahasakan dengan moderasi. Terkait isu ekstremisme, intoletan dan radikalisme yang menyangsikan kebangsaan kita, harus dilawan. Paling tidak dalam pertemuan pimpinan kampus dengan Kemenag ini dapat melakukan dua langkah strategis," ungkapnya.

Pertama, lanjut Syarqowi, menjamin internalisasi nilai-nilai islam yang moderasi, paham keagamaan yang rahmatan lil alamin dalam proses Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dan, kedua untuk menjalankan itu harus ada kelompok kerja. "Namun, kampus kita harus berbeda sebab di sini mahasiswa juga santri sementara di PTKI lain itu ada yang dari SMA saja dan lain-lainnya," jelasnya.

Kepala Kemenag Lumajang, H. Muhammad Muslim, S.Ag., M.Sy menyampaikan bahwa tema materinya 'Keberagaman inklusif sebagai basis harmoni peradaban'. Memilih tema tersebut, kata Cak Muslim sapaan akrabnya, sebab peradaban yang baik itu tidak hanya dibangun oleh orang-orang yang memiliki intelektual cerdas dan pintar tapi tidak memiliki gagasan-gagasan dan sikap yang adil serta Wasathiyah.

"2 hari yang lalu kita dikagetkan dengan komisi fatwa MUI ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror karena masuk jaringan terorisme, apakah dia tidak pintar, dia pintar dan komisi di MUI yang paling bergengsi adalah komisi fatwa tapi kenapa mengangetkan kita semua terpapar radikalisme dan sudah masuk jaringan teroris, itu artinya kita hidup di Indonesia ini tidak sedang baik-baik saja," terang Cak Muslim

Sebab, sambung Cak Muslim, ruh perjuangan di MUI  sudah dimasuki kelompok-kelompok radikal sehingga dengan demikian menjadi tanggung jawab bersama selaku kaum santri yang ada di pesantren untuk mengawal pikiran-pikiran ahlussunnah wal jamaah, diantaranya moderat, tasammuh yang adil.

"Ini menjadi penting untuk terus diperbincangkan di kalangan akademisi karena orang-orang di sekitar kita terkadang adalah orang-orang yang jauh dari aqidah ahlussunnah wal jamaah," ucap Cak Muslim. Menurutnya, sikap terbuka dalam beragama terniscayakan dalam 3 sikap beragama, pertama kesediaan menerima kebenaran dan kehadiran kelompok lain.

"Kadang-kadang kita mudah mengucapnya bahwa kita siap bergandeng tangan dengan kelompok lain tapi di lapangan kita saling sikut antara satu dengan yang lainnya, jangankan dengan agama lain, dengan seagama pun karena berbeda organisasi atau lain partai kita saling sikat saling sikut, artinya taraf berfikir kita masih dalam taraf mahasiswa semester satu," ungkapnya.

Masih Cak Muslim, kedua menghargai keyakinan dari kelompok lain, "Kadang-kadang kita merasa lebih pintar daripada tuhan sehingga menghakimi orang lain untuk masuk neraka dan tidak, tahlilan dianggap masuk neraka karena bid'ah, ini adalah bukti bahwa mereka tidak memiliki kredibilitas yang baik dalam cara berfikir dan berpandangan. Ketiga adalah kesediaan untuk berdampingan secara damai dengan kelompok lain".

Cak Muslim menjelaskan bahwa ancaman intoleransi dan radikalisme semakin tinggi eskalasinya pasca reformasi, "Saya mau menyampaikan informasi penting terbaru di Lumajang, bahwa kelompok Salafi dan Wahabi sudah masuk ke Lumajang, kelompok ini adalah kelompok toleran yang merasa benar sendiri seakan-akan punya kaplingan di surga dan mereka mengklaim menerima SK panitia hari kiamat," katanya.

Mereka menganggap santri sebagai kelompok bid'ah yang masuk neraka, "Ini sudah masuk di Lumajang dan jamaahnya mereka tidak mendatangkan dari kota melainkan dari kecamatan-kecamatan dan Kabupaten Jember, pengajiannya ada di Lumajang, bahkan sudah mendirikan masjid di Lumajang dan ini kalau kita diam, menganggap aman-aman saja, nanti mereka akan menggrogoti jamaah kita dan menjadikan kita kelompok yang kafir," lanjutnya.

Tidak kalah ekstrem, kata Cak Muslim, Negara Islam Insonesia (NII) yang dulu ada di Bandung, salah satu tokohnya sekarang sudah ada di Lumajang. Bahkan, penyuluhnya dulu terpapar dan sempat dicuci otaknya masuk NII, "Salah satu doktrinnya kamu jangan dekat-dekat dengan orang NU karena nanti kelompok yang pertama masuk neraka adalah orang NU, ini masih kita cari rumahnya untuk kita dalami," paparnya.

Reporter: Robith Fahmi
Publiser: Ammar
×
Berita Terbaru Update