Notification

×

Iklan

Iklan

NTB Bukan Jakarta

Jumat, Januari 08, 2021 | Januari 08, 2021 WIB Last Updated 2021-01-09T11:54:30Z


Gelaran Pilgub serentak sudah di depan mata, partai politik sudah menyiapkan kadernya untuk maju--khususnya di Jakarta. Anies Baswedan kemungkinan besar akan kembali maju sebagai petahana, partai besutan bos MetroTV digadang-gadang bakal menjadi partai pengusungnya, gelagat tersebut dapat terlihat ketika Anis Baswedan membuka Kongkres Nasdem ke-II di Jakarta. Setelah itu, berbagai media terus menyorot kedekatan Anis Baswedan dengan Nasdem yang kian mesra.


Gubernur Jakarta ibarat RI 3 sebab kontestasinya sepanas Pilpres, sebagaimana Pilgub tahun 2017 lalu, semua mata seolah tertuju ke ibu kota. Bahkan, netizen yang tidak memiliki hak pilih di Jakarta, turut serta meramaikan di media sosial, kenapa bisa demikian? Karena hampir semua kantor media ada di Jakarta, penggunaan influincer, iklan televisi, buzzer politik hingga tim branding media sosial semuanya bekerja.

Berbeda dengan provinsi lainnya, Jawa Tengah, Jawa Timur--termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak sepanas di ibu kota. Padahal, Jawa Timur digadang-gadang Khofifah akan pecah kongsi dengan Emil Dardak, demikian pula dengan NTB, Zulkifliemansyah akan berhadapan dengan wakilnya Sitti Rohmi Djalilah. Khofifah boleh bertepuk dada sebab belum ada lawan yang sepadan dengannya, bila harus melawan Emil Dardak, Khofifah diprediksi akan menang dengan mudah.

Sementara itu, Zulkifliemansyah harus harap-harap cemas, sebab Sitti Rohmi Djalilah masih saudara dengan Tuang Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, gubernur sebelumnya yang berhasil menjabat dua periode. TGB adalah tokoh di Nahdlatul Wathan, organisasi terbesar di NTB, bila keduanya berhadapan, bukan tidak mungkin TGB akan berada di depan untuk pemenangan Sitti Rohmi Djalilah.

PDIP sebagai partai penguasa, tentu tidak ingin dipermalukan untuk kedua kalinya, Tri Rismaharini yang sudah populer karena kesuksesannya di Surabaya, tiba-tiba ditarik menggantikan Juliari Batubara yang tersangkut kasus korupsi. Ditariknya Risma, dinilai sebagai taktik PDIP untuk menyiapkan Pilgub 2022 mendatang, terlihat ketika Risma baru menjabat Mensos, ia langsung turun ke lapangan mengobok-ngobok Jakarta.

Ciri khas Risma di Surabaya yang turun langsung ke lapangan, diulanginya lagi saat ini, turun langsung menemui gembel dan pengemis di Ibu Kota. Selain menjadi kritik bagi Anis Baswedan, juga sebagai warning bagi mantan rektor itu bahwa saat ini lawannya ada di depan mata. Media mengulasnya sedemikian rupa, netizen yang kemungkinan besar adalam tim branding terus melakukan analisisnya sampai menjadi trending topik di media sosial, bahkan dugaan settingan pun kian menjadikan Risma popuuler di DKI.

Berbeda dengan NTB, Zulkifliemansyah sepertinya tidak begitu peduli dengan pemberitaan dan media sosial meski lawan terkuatnya sudah ada di depan mata. Mengutip apa yang disampaikan Eep Syaifullah, konsultan politik kondang setelah berhasil menumbangkan Ahok, ia berkata bahwa seorang calon yang tidak menggunakan media sosial sebagai alat politik ibarat sedang berpidato di tengah stadion namun tidak menggunakan pengeras suara.

Meski kondisi SDM NTB dan Jakarta berbeda, namun sudah selayaknya sang Gubernur berupaya mengamankan posisinya agar kembali menjabat untuk periode kedua. Bukan justru sebaliknya, media besar sepertinya lebih hoby menulis hal negativ tentangnya. Pilgub mendatang, pastinya berbeda dengan sebelumnya, NTB memiliki Mandalika yang mana namanya sudah terkenal dimana-mana, pastinya penggunaan media sosial akan kian tinggi. Namun, bila kalah start, sepertinya dia harus rela melihat Sitti Rohmi Djalilah dilantik dan menempati ruang kerjanya.

#Analisa #Politik #Pilgub #Buzzer #DKI #AnisBaswedan #TrisRismaharini #Zulkifliemansyah #NTB #Mandalika #SittiRohmiDjalilah #Khofifah #EmilDardak #Jatim
×
Berita Terbaru Update