JEMBER - Pengurus Besar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA PMII) mendesak aparat kepolisian bertindak tegas menyusul kaburnya pelaku pemerkosaan terhadap seorang mahasiswi di Kabupaten Jember. Organisasi ini menilai kinerja aparat di Polsek Balung lamban dan tidak profesional dalam menangani laporan korban.
Sekretaris Jenderal PB IKA PMII, M. Nur Purnamasidi, menyampaikan kekecewaannya atas penanganan yang dinilai tidak serius sejak kasus dilaporkan pada 15 Oktober 2025 lalu. Ia menilai keterlambatan itu menjadi celah bagi pelaku untuk melarikan diri.
“Ini sungguh memprihatinkan. Aparat yang kita harapkan merespons cepat dan profesional ternyata membiarkan pelaku pemerkosaan bebas berkeliaran,” ujar Bang Pur, sapaan dia, Selasa (21/10/2025).
Ia menjelaskan, korban saat melapor berada dalam kondisi sangat lemah dan mengalami luka fisik akibat kekerasan yang dialaminya. Karena itu, pihaknya mendesak Kapolres Jember untuk mengambil alih kasus ini dari Polsek Balung demi memastikan proses hukum berjalan transparan dan akuntabel.
“Harus ada yang bertanggung jawab atas kelalaian ini supaya ke depan tidak main-main lagi. Kami mendesak Polres Jember segera turun tangan agar pelaku dapat segera ditangkap dan diadili,” tegas anggota Komisi X DPR RI itu.
PB IKA PMII, Bang Pur menambahkan, juga menginstruksikan jajarannya di Jember untuk turut mengawal proses hukum bersama elemen masyarakat sipil, agar korban mendapatkan keadilan dan pemulihan yang layak.
Desakan PB IKA PMII tersebut mendapat dukungan dari tim pendamping korban, yang juga menilai penanganan kasus ini tidak mencerminkan prinsip perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
“Kami mengapresiasi langkah PB IKA PMII yang menyoroti kasus ini. Dukungan publik seperti ini penting agar aparat benar-benar bertanggung jawab. Sejak awal korban sudah melapor dalam kondisi sangat lemah, tetapi tidak direspons dengan cepat,” ujar Nurul Hidayah, Ketua PC Fatayat NU Jember, perwakilan tim pendamping korban.
Menurutnya, tim pendamping juga menekankan pentingnya pendampingan psikologis dan perlindungan hukum bagi korban, sekaligus menyerukan agar masyarakat dan media menjaga privasi korban untuk mencegah trauma lanjutan.
“Kasus ini bukan cuma soal pelaku yang kabur, tapi juga tentang bagaimana sistem penegakan hukum yang seharusnya berpihak pada korban. Bukan justru melindungi pelaku,” tegasnya. (*)