Notification

×

Iklan

Iklan

Jayalah Petani

Rabu, Juli 19, 2023 | Juli 19, 2023 WIB Last Updated 2023-07-19T11:26:55Z

 


"Kalau petani masih ada yang ditunggu 4 Bulan sekali. Kalau buruh tani apa, ya bingung, bisa makan saja sudah alhamdulillah,"


Demikian kata-kata seorang buruh tani saat kami berbincang-bincang waktu itu, apa yang dikatakannya, bikin hati serasa perih. Tapi, tidak bisa berbuat apa-apa, pernah saya juga membaca buku soal masalah agraria, di mana ketimpangan itu menjadi hal biasa, antara petani dan buruh tani lebih banyak buruh tani, entah berapa perbandingannya saya lupa. Yang jelas, mereka hidup di bawah garis kemiskinan.

Buruh pabrik, mereka berserikat untuk menyuarakan  nasibnya. Tapi, buruh tani tidak, mereka tidak tau bagaimana harus bersuara, mereka tidak paham bagaimana cara menundukkan penguasa, mereka yang berkumpul dan turun aksi, bukan buruh tani, melainkan petani yang memiliki lahan garapan dan mampu menyekolahkan anak-anaknya.

Beberapa waktu lalu, saya ngobrol dengan ketua HKTI di Podcast FWLM Chanel, kata Ketua HKTI Sholeh, hari ini bertani mulai ditinggalkan oleh kalangan muda. Saya pun pernah mendengar dari Emmak, bila sekarang mencari pekerja untuk lahan pertanian sangat sulit. Memang, rata-rata pemuda memilih bekerja di luar daerah untuk mencari penghidupan yang lebih baik sebab mereka sadar bila sekedar menjadi buruh tani, kehidupannya tidak akan baik-baik saja secara ekonomi.

Ini sudah kedua kalinya saya menanam Pepaya California. Alhamdulillah bisa mempekerjakan tetangga meski 2 hari sekali untuk menyiramnya. Kelak, bila ini sukses dan menambah lahan garapan, saya ingin bertani itu bukan menjadi pekerjaan musiman tapi setiap hari, seperti pabrik yang terus produksi, sehingga para buruh tani tidak akan menganggur, antara petani dan buruh tani harus sama-sama untung, harus sama-sama hidup layak dan berbahagia.

Penulis: Robith Fahmi
Petani Pepaya, Dosen dan Pegiat Desa
×
Berita Terbaru Update